PASAR SRATEN


Pasar Sraten adalah Pasar tradisional yang letaknya sangat dekat dengan rumahku. Di daerahku sebenarnya ada beberapa pasar tradisional yang masih aktif mengudara. Selain Pasar Sraten ada juga Pasar Borobudur yang terkenal dengan sebutan Ngaran dan satu lagi yaitu Pasar Muntilan.

Menurutku, hal yang membuat pasar Sraten lebih menarik dibanding kedua pasar lainnya yaitu karena pasar ini masih terjaga ketradisionalannya. Maksudnya di pasar ini masih belum tercampur dengan toko-toko modern yang sifatnya swalayan. Komoditas utama barang yang diperjualkan di pasar ini adalah sayuran, buah-buahan, sembako, bumbu-bumbu dapur dan lain sebagainya. Jadi menurutku, pasar Sraten ini sangatlah hidup dikarenakan setiap hari ada proses tawar menawar yang terjadi.

Jujur sudah lebih dari setahun aku tidak pernah pergi ke pasar Sraten. Paling banter aku hanya mampir sebentar di pasar itu untuk membeli mie ayam di warung favoritku. Hal ini dikarenakan aku sudah jarang mengantarkan ibuku pergi ke pasar lagi. Sekarang-sekarang ini Ibuku lebih sering berbelanja ke Pasar Sraten dengan teman satu geng gosipnya.

Pengalaman menarikku selama mengantarkan Ibuku ke Pasar Sraten adalah ketika aku sedang menunggu ibuku berbelanja. Di sana aku menunggu bersama tukang parkir yang ramah sekali. Selain murah tersenyum tukang Parkir itu selalu menyediakan satu teko air teh dan sedikit camilan untuk aku dan kaumku, golongan lelaki penunggu ibu atau istrinya yang sedang berbelanja di pasar itu.

Ketika aku menunggui ibuku, aku selalu memperhatikan para penjual dan pembeli yang sedang tawar menawar. Disana aku bisa melihat para ibu-ibu menunjukkan jati dirinya. Baik para pembeli maupun penjual sama-sama saling mempertahankan prinsip harganya. Kata temanku, jangan pernah menilai seorang wanita jika belum melihat dirinya sedang tawar menawar di pasar. Hahaha. Ada benarnya juga ternyata.

Oh iya hampir lupa, selain mengantarkan ibuku berbelanja, dulu aku juga sering mengantarkan ayahku ke Pasar Sraten juga. Tentu bukan untuk berbelanja. Kau tahu apa yang sering dilakukan ayahku di Pasar itu? Ayahku sering nongkrong di tukang cukur disana. Bukan sekedar cukur rambut, disana ayahku sering bermain catur dengan teman-temannya. Dan tempat tukang cukur rambut itu selalu menjadi stadionnya. Aku boleh sedikit berbangga karena disana ayahku sangat dihormati oleh lawan caturnya. Biasanya aku mengantarkan ayahku sekitar jam 9 an kemudian menjemputnya jam 1 siang. Ayahku termasuk hebat dalam dunia percaturan. Tapi ironisnya, aku sebagai anaknya, justru tidak pernah bisa bermain catur. Hahaha.

Sekarang pertanyaannya adalah, ditengah kemajuan jaman yang serba harus menggunakan teknologi ini mampukah pasar tradisional bisa bersaing dan tetap eksis? Menurutku, jika melihat kondisi terakhir Pasar Sraten, aku berani menjawab iya. Pasar tradisional masih bisa bersaing dengan kemajuan jaman, terutama dengan pasar online (online shop) karena masih banyak orang atau lebih tepatnya ibu-ibu yang lebih memilih pergi ke pasar ketimbang pergi ke supermarket. Jadi merupakan tugas kita, terutama perempuan-perempuan, yang dianggap sebagai pemuda generasi pertama yang mengenal teknologi dan juga generasi terakhir prateknologi untuk menjaga agar pasar tradisional tetap bertahan di tengah kepungan kemajuan jaman.

Mengutip kalimat dari ayahku dulu, “pergi ke pasar sama dengan berdoa”. Maksudnya saat membeli sesuatu dan meminta doa kepada Tuhan, kedua-duanya memerlukan suatu proses penting, yaitu tawar menawar. Ya, berdoa itu bisa dikatakan sama dengan kita menawar sesuatu kepada Tuhan.



Comments

  1. tukang parkirnya baik banget yaa

    @gemaulani

    ReplyDelete
    Replies
    1. yess,, mukanya ampir mirip sama ki daus gitu :d

      Delete
  2. Deket pasar muntilan ya. Pernah bakti sosial waktu erupsi merapi 2010

    ReplyDelete
  3. wah, berdoa tawar menawar? :D

    @umimarfa

    ReplyDelete
    Replies
    1. katanya sih gitu,, tawar menawar untuk masa depan ::D

      Delete
  4. Perumpamaannya keren ya, pergi ke pasar sama dengan berdo'a, karena sama-sama terjadi tawar menawar di sana. :D

    ReplyDelete
  5. Pasar Muntilan, ku dari kecil sering diajak jalan-jalan ke sana. Tapi beberapa tahun ini jarang banget kesana. Kalau ke sana selalu ada memori masa kecil :)

    @f_nugroho

    ReplyDelete
  6. Ngga apa kalau ke pasar cuma buat beli mie ayam. Kan ngga ada salahnya juga, kalau memang enak ya dibeli. hehe..
    Kenapa ga ikut masuk menemani ibu aja waktu itu? Kenapa malah ngobrol sama tukang parkirnya?
    Oh. haha.. Pernahkah Anda menawar harga ketika sedang berbelanja di pasar? Jangan-jangan belum, nih?
    Kamu belajar main catur juga, dong, biar jago seperti ayahmu.
    Haha.. kalau di pasar online kita sih ga bisa nawar dan ga bisa ngobrol langsung. Lagipula barangnya juga cuma foto, jadi gak bisa dipegang. Hahaha.. :D

    ReplyDelete
  7. Tukang parkirnya baik ya. Kalau aku bakal betah tuh nungguin ibuk belanja....

    ReplyDelete
  8. unik juga prinsipnya ya. ke pasar sama dengan berdoa. masuk pasar juga kudu berdoa ya mas. biar aman dari godaan beli yang nggak dibutuhkan dan terhindar dari tertipu.

    @diahdwiarti

    ReplyDelete
  9. Hahahahaaaaa, prinsip yang keren euy... Ke pasar emang kudu buanyaaak doa.. Banyak godaan dan banyak "setan" hihihi

    @nurulrahma

    ReplyDelete
  10. menurut saya sich pasar tradisional tak akan lekang oleh waktu walaupun banyak saingan pasar modern

    ReplyDelete
  11. baru denger, tapi kalau pasar muntilan pernah dengar sebelumnya
    sikap humanis masyrakat masih terjaga sekali.sampe di sediain air buat yg nunggu

    ReplyDelete
  12. Wah belum pernah nemu saya tukang parkir yang kasih pelayanan semantab itu.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts